The Waterfront - Series Review
Sinopsis
The Waterfront adalah serial drama kriminal Netflix berdurasi 8 episode yang mengisahkan sebuah keluarga nelayan yang terdesak kebangkrutan dan akhirnya terseret ke dunia perdagangan narkoba sebagai kurir laut. Berlatar komunitas pesisir yang keras dan penuh tekanan ekonomi, serial ini menyoroti bagaimana keterpurukan finansial bisa mendorong orang-orang biasa mengambil keputusan ekstrem. Terinspirasi dari kisah nyata masa kecil kreatornya, Kevin Williamson (Scream, Dawson’s Creek), The Waterfront menghadirkan potret kelam tentang keluarga, keputusasaan, dan kompromi moral.
Ulasan
Kalau kamu suka kisah keluarga yang terseret ke dunia kriminal ala mafia, The Waterfront ini cukup layak dicoba. Ada 8 episode dengan durasi sekitar satu jam masing-masing, dan dari awal sudah terasa bahwa ini bukan sekadar cerita kriminal biasa, tapi juga drama keluarga tentang bertahan hidup. Premisnya sederhana tapi gelap: keluarga nelayan yang nyaris bangkrut akhirnya “terpaksa” jadi kurir narkoba dengan memanfaatkan kapal mereka sendiri.
Dari sisi casting, ini salah satu daya tarik terkuat The Waterfront. Ada Holt McCallany—yang buat gue identik banget dengan Mindhunter—dan Melissa Benoist, yang selama ini melekat dengan citra heroine lewat Supergirl. Di sini, dua-duanya tampil sebagai karakter grey area yang jauh dari peran ikonik mereka sebelumnya. Dan justru di situ letak keseruannya: nontonnya terasa fresh. Mereka tidak lagi tampil sebagai sosok yang jelas hitam atau putih, tapi manusia penuh celah moral. Dan ternyata, mereka cocok juga memerankan karakter-karakter seperti ini. Keren, dan cukup mengejutkan.
Yang bikin kisahnya terasa lebih “nyentil” adalah latar belakang pembuatannya yang terinspirasi pengalaman nyata Kevin Williamson. Semasa kecil, ia melihat sendiri bagaimana ayah dan kakeknya yang bekerja sebagai nelayan mengalami penurunan penghasilan akibat overfishing. Dalam kondisi terjepit, mereka pernah menerima “pekerjaan” mengantar narkoba memakai kapal mereka. Ujung-ujungnya? Tertangkap juga. Meski The Waterfront adalah karya fiksi, fondasi realitas inilah yang membuat dunia ceritanya terasa getir dan membumi.
Di titik ini, The Waterfront bukan cuma bicara soal kriminalitas, tapi juga soal naluri dasar manusia ketika berada di ujung tanduk. Ketika perut lapar, utang menumpuk, dan masa depan terasa buntu, batas antara benar dan salah ikut kabur. Serial ini menggarisbawahi satu hal pahit: dalam situasi bertahan hidup, manusia sangat mudah menghalalkan segala cara. Breaking Bad tipis-tipis, tapi dengan nuansa pesisir dan keluarga nelayan.
Namun, harus diakui juga, dramanya memang cukup banyak. Dan mayoritas karakternya… ngeselin 😅. Banyak keputusan emosional yang impulsif, konflik internal yang melelahkan, serta karakter-karakter yang nyaris tanpa harapan secara moral. Ada fase di mana nontonnya terasa capek karena seperti melihat manusia-manusia yang terus mengulang kesalahan. Humanity-nya terasa gelap banget, seolah dunia ini memang tidak menyisakan ruang untuk kebaikan.
Untungnya, rasa lelah itu cukup terbayar lewat plot kriminalnya. Urusan transaksi, pengkhianatan, ancaman, dan permainan kuasa di laut dan darat cukup solid untuk menjaga ketegangan tetap hidup. Setiap episode tetap punya “pengait” yang bikin penasaran untuk lanjut, meski secara emosional kadang menguras tenaga.
Kesimpulan
Pada akhirnya, The Waterfront adalah tontonan yang suram, penuh karakter abu-abu, dan tidak menawarkan kenyamanan moral. Ini bukan serial yang membuat kita merasa “lega” setelah menonton, tapi lebih ke membuat kita merenung: seberapa jauh seseorang bisa jatuh ketika kondisi memaksanya memilih antara bertahan hidup atau memegang prinsip?
Bukan serial yang sempurna, dan jelas bukan untuk semua orang. Tapi buat yang menikmati drama kriminal keluarga dengan nuansa grey morality dan inspirasi kisah nyata, The Waterfront cukup layak untuk dimasukkan ke watchlist.
Skor Sobekan Tiket Bioskop: 3/5
Cocok untuk: pecinta drama kriminal
- ditonton di Netflix -

Komentar
Posting Komentar