10,000 Km

"Drama romantis yang kelewat jujur dalam menggambarkan hubungan asmara yang terpisah jarak dan zona waktu"

Ketika era digital tiba dan sangat signifikan membantu menghubungkan banyak orang dari seluruh dunia lewat situs jejaring sosial, apakah hal ini dapat membantu hubungan sepasang kekasih yang terpisah jarak ribuan kilometer? Ketika hubungan asmara di kota yang sama pun masih menyisakan konflik dan intrik - apalagi kesalahpahaman dalam komunikasi - apa jadinya jika mereka terpisah lautan luas serta zona waktu yang jauh berbeda? Ditambah dengan segala keterbatasan yang ada, terutama pada kontak fisik dan kebutuhan seksual yang kadang tidak dapat dibendung.

Sutradara dan penulis naskah yang memulai debut film panjangnya, Carlos Marques-Marcet, menurut gue sangat berhasil dalam menggambarkan kegelisahan tersebut dengan sangat jujur dan apa adanya. Dalam 99 menit kita disuguhkan bagaimana Alex dan Sergi berusaha untuk menjaga api cinta diantara mereka meski Sergi berada di Barcelona dan Alex berada di Los Angeles. Mereka telah bersama selama tujuh tahun di Barcelona, ketika kemudian Alex harus pindah ke L.A. demi pekerjaan baru dan karir yang menjanjikan. Sergi pun enggan menyusul Alex karena karir yang telah dibangunnya dengan baik. Keinginan mereka berdua untuk memiliki anak sepintas menjadi satu-satunya masa depan cerah bagi hubungan mereka. Tetapi tampaknya keinginan tersebut bagai pedang bermata dua ketika mereka tak kunjung memiliki anak - untuk kemudian harus dipisahkan oleh jarak dan zona waktu.

10,000 Km dibuka dengan indah dan sangat manusiawi; adegan seks yang intim antara Alex dengan Sergi, untuk kemudian lanjut ke rutinitas keseharian mereka dalam long take 22 menit yang sempurna dan cenderung realistis. Seakan-akan ini adalah pondasi dasar mereka dalam menjalin hubungan asmara di antara mereka. Kemudian apa yang akan terjadi jika seks dihilangkan dari persamaan dasar mereka? Satu-satunya hal yang paling mungkin dilakukan adalah mutual masturbation via Skype yang digambarkan dengan sangat baik dalam film ini. Lalu apakah ini membantu secara signifikan? Gue akan biarkan film ini menjawabnya sendiri sesuai interpretasi masing-masing. Tetapi tampak jelas bahwa Carlos Marques-Marcet menekankan bahwa pentingnya mencapai tingkat kepuasaan secara bersamaan, ketika di film ini digambarkan Sergi yang cenderung lebih dulu "meninggalkan" Alex yang jelas secara biologis lebih "lamban".


Film ini ditata dan diceritakan dengan perkembangan interaksi mereka dalam menghitung hari dari hari pertama hingga hari kesekian ratus. Sebuah konsep yang cukup menarik dalam sebuah film, khususnya film drama romantis. Tetapi tampaknya hitungan hari tersebut seakan sebuah simbol yang keras bagi hubungan jarak jauh. Memang manusia cenderung untuk menghitung hari ketika mereka sedang menunggu sesuatu, seperti Rey yang terus menuliskan turus di tembok rumahnya sejak ia ditinggal oleh orang tuanya dan dijanjikan untuk kembali. Carlos Marques-Marcet seakan hendak berkata bahwa kebiasaan kita untuk menghitung hari tersebut seakan semakin memperjelas penantian, dan jelas mendistraksi kita dari situasi dan keadaan saat ini yang harus dijalani dengan sepenuh hati. Alih-alih fokus pada aktivitas positif, atau masalah yang harus diselesaikan, tetapi kita cenderung untuk terjebak dalam hitungan tanpa akhir.

Gue suka bagaimana Alex digambarkan sebagai seorang fotografer yang menjadikan kantor-kantor situs media sosial dan juga berbagai jenis web camera sebagai objek fotonya. Simbol yang sangat jelas seperti tamparan keras di wajah kita semua. Alex berkutat dengan dunia teknologi yang konon mampu meminimalisir jarak dari setiap manusia di bumi, untuk kemudian disatukan dalam jalur internet. Apalagi mereka berdua termasuk generasi tech-savvy yang piawai menggunakan Skype dalam MacBook mereka. Semua fasilitas pendukung ini memang sangat signifikan dalam membantu komunikasi di antara mereka berdua. Ya, ketika komunikasi menjadi bahan bakar sekaligus sumbu dalam hubungan asmara. Namun apakah komunikasi adalah mutlak satu-satunya faktor?


Sampai tahap ini, subplot betapa mereka menunggu anak selama tujuh tahun berhubungan menjadi penting untuk didiskusikan. Penantian akan anak memang menjadi satu-satunya terang harapan, dan bahkan bisa dibilang menjadi pos titik aman selanjutnya bagi keberlangsungan hubungan mereka. Namun ketika titik aman tersebut tidak kunjung datang, ternyata ini bisa menjadi faktor besar bagi keretakan hubungan mereka. Harapan yang berubah menjadi ketidakpastian ini yang kemudian menggerogoti sebuah hubungan dari dalam, layaknya kanker ganas yang melemahkan sekujur tubuh. Kombinasi antara ketidakpastian dan terpisah jarak ini yang kemudian berimplikasi pada retaknya hubungan, dan akan menjadi seperti ini terus bahkan lebih buruk jika tidak kunjung menemukan obat.

Lantas apa obatnya? Tidak, 10,000 Km menghindari pertanyaan tersebut dengan sangat bijak dan baik. Alih-alih memberi jawaban atau tips-and-trick, film ini hanya dalam batasan untuk menggambarkan dinamika interaksi pasangan kekasih yang telah bersama selama tujuh tahun sebelum akhirnya terpisah oleh jarak. Film ini menjadi sangat jujur dan apa adanya untuk memberikan representasi seakurat dan sementah mungkin dari banyak pasangan di dunia yang menjalani hubungan asmara mereka dengan mengandalkan teknologi saja. 


Begitu nyata hingga penonton dapat merasa sangat dekat dengan para karakternya, yang sangat mungkin dapat mengidentifikasi dirinya pada dua karakter yang ada di layar. Saking dekatnya, setiap kejadian kecil dapat menyeret emosi penonton. You'll laugh, you'll smile with a silly face, you'll scream silently "aaaww" on those sweet scenes. Tapi anda juga akan dibuat sedih kehilangan kata-kata melihat karakter kita yang berjuang melawan jarak dan zona waktu. Dan pada akhirnya, film ini ditutup dengan adegan penutup yang pararel dengan adegan pembuka, namun dengan wujud transformatif yang akan membuat anda terduduk sejenak dan berpikir setelah ending credits selesai bergulir. Apalagi dengan title yang dengan kurang ajarnya muncul di shot terakhir, yang menjustifikasi gue betapa luar biasanya film ini dalam memanipulasi jarak di antara karakternya.



Spain | 2014 | Arthouse / Drama / Romance | 99 mins | Flat Aspect Ratio 1.85 : 1
Rating?
10 dari 10

- sobekan tiket bioskop tanggal 10 Februari 2016 -

Komentar