Harry Potter and the Deathly Hallows: Part 1

Selepas kematian Dumbledore, Harry bersama Ron dan Hermione pun memutuskan untuk tidak kembali ke Hogwarts dan mencari sisa Horcrux milik Voldermort. Ditengah dunia muggle yang semakin terancam oleh sihir hitam, Voldermort juga menguasai Hogwarts dan Kementerian Sihir. Pencarian horcrux pun tidak semudah yang dibayangkan karena tidak hanya terbatasnya petunjuk yang ada, mereka juga harus menghindari kejaran para anak buah Voldermort yang berada dimana saja.
Siapa sih yang engga tahu siapa itu Harry Potter? Bahkan yang belum membaca buku atau menonton filmnya paling tidak pernah dengar donk tentang Harry Potter. Sembilan tahun sejak kemunculan film pertamanya, rasanya tidak berlebihan kalau gue bilang bahwa gue (dan bahkan anda) tumbuh besar dan beranjak dewasa dengan film saga ini. Kalau kita ingat di Harry Potter and the Philosopher's Stone (2001) bagaimana Harry, Ron, dan Hermione yang masih kecil-kecil dan imut, sembilan tahun kemudian mereka telah menjelma menjadi remaja matang.
Sekali lagi gue tegaskan, bahwa satu-satunya novel Harry Potter yang gue baca adalah seri pertamanya. Setelah itu gue lebih memilih untuk menonton filmnya saja dibandingkan membaca bukunya terlebih dahulu. Bagi seorang yang tidak memiliki bayangan cerita apapun terhadap setiap seri Harry Potter, harus gue akui film ketujuh bagian pertama ini diluar ekspektasi gue. Harry, Ron, dan Hermione yang telah beranjak dewasa, berimbas juga pada suasana dan atmosfer film yang jauh lebih dewasa dibandingkan film-film pendahulunya. Atmosfer yang gelap pun mewarnai film ini, direpresentasikan dengan baik oleh tone warna yang suram dan scoring yang menyayat. Dengan adegan-adegan kejar-kejaran dan pencarian horcrux serta petunjuk-petunjuknya, rasanya engga berlebihan kalau gue menggolongkan film ini memiliki bumbu thriller di dalamnya.
gambar diambil dari sini |
David Yates yang kembali duduk di kursi sutradara untuk ketiga kalinya dalam franchise ini cukup sukses menyetir bagian pertama dari kisah akhir petualangan Harry dan kawan-kawan. Belum lagi dengan J.K. Rowling yang untuk pertama kalinya ambil bagian menjadi produser dalam film ini. Pengambilan gambar yang menarik, sinematografi yang menantang, dan gue sangat suka bagian animasi grafis dari cerita The Tales of the Three Brothers. Scoring dari Alexander Desplat pun sangat memberi tekanan dan tensi yang tinggi pada setiap adegan yang ada.
gambar diambil dari sini |
everything that has a beginning, has an end
Rating?
8,5 of 10
Komentar
Posting Komentar