The Believers Season 2 - Series Review


Sinopsis

The Believers Season 2 kembali melanjutkan kisah kriminal berlatar institusi keagamaan Thailand, namun kali ini dengan skala yang jauh lebih besar dan melibatkan jaringan politik lokal yang korup. Jika Season 1 terkenal karena fokusnya pada penggelapan uang dan manipulasi keuangan di balik sebuah kuil modern, Season 2 memperluas cakupan cerita menjadi benturan antara kelompok kecil dan kekuatan kriminal terorganisir. Dengan delapan episode yang penuh strategi, tekanan, dan ancaman dari pihak berkuasa, musim kedua ini mencoba menaikkan taruhan konflik, meski juga mengubah rasa khas yang dimiliki musim pertamanya.

Ulasan

Baru beres nonton The Believers Season 2, dan jujur gue malah lebih suka S1 dibanding S2. Bukan berarti S2 jelek, tapi rasa dan fokusnya jauh berubah. Ini tipikal “season kedua” banget: kriminalitasnya diperluas, taruhannya dinaikkan, tapi efek sampingnya adalah serial ini jadi terasa seperti crime series biasa. Hilang sudah keunikan S1 yang sangat spesifik: penggelapan uang di balik institusi agama.

Di Season 1 memang ada banyak filler dan drama yang tidak terlalu signifikan untuk alur besar. Tapi setidaknya, S1 itu membuka mata penonton soal praktik korupsi dan pencucian uang yang bisa terjadi di ruang keagamaan—tema yang jarang dibahas secara gamblang dan cukup berani. Ada kegilaan moral yang khas, humor gelap yang aneh, dan absurditas institusional yang bikin cerita terasa fresh.


Nah, di S2 ini semuanya seperti digeser menjadi full blown organized crime. Begitu politisi lokal korup ikut campur, seluruh dinamika jadi berubah. Konfliknya tidak lagi soal manipulasi dana kuil atau drama internal institusi agama, tapi soal bagaimana Win, Game, dan kelompok mereka bisa meloloskan diri dari cengkeraman politisi tersebut. Memang lokasi utama tetap kuil, bahkan proyeknya lebih besar dibanding S1, tapi isi ceritanya 70% bergeser ke drama strategi kriminal vs kekuasaan politik.

Efeknya? Identitas unik S1 jadi hilang.

Yang menarik, side story justru lebih kuat daripada plot utamanya. Kisah Dear dan Monk Dol jauh lebih engaging ketimbang dinamika Win dan Game yang terasa stagnan. Interaksi mereka punya kedalaman emosional dan konflik moral yang lebih nyata. Sementara itu, side story bapaknya Win… jujur nggak punya kontribusi signifikan ke jalan cerita. Bahkan sampai episode terakhir pun terasa tidak berguna. Hanya jadi opening scene tiap episode, seolah dipakai untuk menambah durasi tanpa payoff naratif yang memadai.


Dan ini sayang banget, karena S2 punya potensi besar kalau sub-plot itu bisa diikat lebih kuat dengan konflik utama. Satu hal yang gue akui masih standout adalah opening intro-nya. Ini The White Lotus banget, tapi dengan sentuhan kearifan Thailand yang kental—musik, visual, dan nuansa satirnya terasa pas. Sedikit menghibur di tengah episode-episode yang mulai terasa repetitif.




Kesimpulan

Pada akhirnya, The Believers Season 2 terasa seperti serial kriminal yang kompeten, tapi kehilangan kekhasannya. Taruhannya memang lebih tinggi, konfliknya lebih besar, tapi kedalaman tematiknya justru mengecil. S1 membahas agama, moralitas, dan uang. S2 lebih banyak bahas strategi bertahan hidup dari kriminal kelas kakap. Masih layak ditonton, tapi kalau dibandingkan? S1 tetap jauh lebih berkesan.

Skor Sobekan Tiket Bioskop: 3/5
Cocok untuk: pecinta drama kriminal





- ditonton di Netflix -

Komentar