Birdman: Or (The Unexpected Virtue of Ignorance)

"Komedi satir yang unggul terhadap dunia hiburan di AS, dengan teknik yang unggul"

Riggan Thomson adalah seorang aktor terkenal yang memerankan tokoh superhero "Birdman" 20 tahun yang lalu. Saat ini, ia mencoba tetap signifikan di dunia hiburan dengan menyutradarai dan membintangi sendiri sebuah drama Broadway. Namun ia harus menghadapi seorang aktor dengan perilaku sulit, dan harus memperbaiki hubungannya dengan anak perempuannya yang baru keluar dari pusat rehabilitasi. Disaat yang sama, ia juga harus menghadapi alter-ego yang selama ini menempel padanya; Birdman.

Sekilas, Birdman adalah sebuah film yang sulit untuk ditonton. Tidak hanya berisi dialog-dialog panjang tanpa henti, kamera yang selalu mengikuti karakter kemana pun ia pergi juga terasa claustrophobic. Tidak heran jika lebih dari 5 orang walk out ketika gue menonton film ini di akhir minggu. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa ini adalah film terbaik Oscar 2015, yang dipuja tidak hanya dari kisah cerita satir yang menyindir kehidupan Hollywood dan Broadway, tetapi juga apresiasi tinggi atas teknik pembuatan filmnya.



Selain itu, Birdman juga menjadi menarik dengan deretan aktor dan aktris yang mengisi film ini. Michael Keaton dan Emma Stone jelas tampil luar biasa dengan chemistry yang sangat kuat sebagai ayah dan anak. Tidak dapat diragukan bahwa film ini adalah penampilan terbaik dari masing-masing mereka. Edward Norton sedikit banyak mencuri beberapa adegan lewat karakternya yang menyebalkan, yang konon memang merepresentasikan kepribadian Norton di dunia nyata sebagai seorang aktor yang sulit diatur dan memiliki ego yang kelewat tinggi. Sementara Naomi Watts dan Andrea Riseborough menyeimbangkan film ini dengan penampilan mereka yang cukup sejuk.

Sutradara dan penulis naskah asal Mexico, Alejandro Gonzales Inarritu memang tidak pernah main-main dalam bercerita dan bernarasi dalam setiap filmnya. Ada alasan khusus mengapa ia dan timnya memilih teknik continous shot dalam Birdman, yang membuat film ini terlihat sebagai satu kesatuan shot panjang dan tidak berhenti. Bayangkan, semua aktor dan aktris yang berperan harus menghafalkan dialog kurang lebih 15 halaman dan menghafalkan segala macam blocking, entrance, dan exit untuk satu adegan panjang 10-20 menit. Luar biasa! Sebuah karya yang mengagumkan dari sinematografer Emmanuel Lubezki yang juga menangani one take continous shot di adegan awal Gravity (2013).


Memang tidak sepenuhnya film ini diambil dalam satu adegan panjang. Total ada 16 cut dalam film ini, dimana di sela-sela cut disisipkan efek visual yang membuat seolah-olah tidak ada potongan diantara adegan tersebut. Namun teknik ini benar-benar sangat efektif untuk menyampaikan isi narasinya. Coba bayangkan, pernahkah anda merasa bahwa anda adalah sebuah bintang utama dari film dokumenter dengan kamera yang selalu mengikuti kemana anda pergi? Kira-kira film ini ingin menyampaikan pesan itu. Bahwa seorang aktor yang konon menderita Dissociative Identity Disorder, yang tidak bisa semudah itu melepaskan perannya sebagai Birdman dan masa kejayaannya 20 tahun yang lalu. Ia selalu merasa bahwa karakter Birdman masih menempel pada dirinya, dan seakan-akan hidupnya adalah sebuah film panjang yang harus ia selesaikan.

Teknik pengambilan gambar tersebut juga dengan kuat mengindikasikan bahwa penonton "dipaksa" untuk masuk ke dalam kepala Riggan, dan menyimak apa yang ada dalam pemikirannya. Dimana realita dan fantasi menjadi campur aduk, ketika Riggan membayangkan bahwa dirinya memiliki kekuatan super seperti telekinesis dan terbang. Yang kemudian dengan cerdasnya, Inarritu memberikan beberapa petunjuk kecil bagi penonton untuk memberitahu mana adegan khayalan dan mana adegan nyata. Seperti supir taksi yang marah-marah, atau tangan Riggan yang berdarah.


Diantara khayalan dan kenyataan, film ini pasti banyak melahirkan perdebatan mengenai interpretasi ending yang dibuat terbuka. Sekilas, Inarritu ingin melemparkan kepada penonton bagaimana pilihan ending yang dipilih sesuai interpretasi dan pengalaman hidup masing-masing. Namun menurut gue, dari sekian banyak versi ending yang gue baca di seantero internet, gue memilih satu versi ending yang paling masuk akal. Apalagi dengan didukung oleh teknik continous shot yang dipakai secara konsisten,  jelas bahwa mungkin saja versi ending ini yang hendak disampaikan oleh Inarritu.


USA| 2015 | Drama / Comedy | 119 mins | Flat Aspect Ratio 1.85 : 1

Rating?
9 dari 10

- sobekan tiket bioskop tanggal 18 April 2015 -

Komentar

  1. salam pecinta film.

    permisi, saya mau promosi blog review film juga.

    [ iza-anwar.blogspot.com ]

    mohon tambahkan dalam daftar blog Anda dan follow serta like juga blog saya.

    maaf bila review saya masih amatiran dan saya ucapkan terima kasih sebelumnya :).

    BalasHapus

Posting Komentar