Postingan

Latest Review

Emilia Perez - Review

Gambar
Gue pernah bilang kalau kombinasi genre musical dan crime itu nggak cocok ketika nonton Joker: Folie a Deux , tapi ternyata gue salah semenjak nonton Emilia Perez. Yes ternyata memang genre musical campur crime itu bisa jadi film yang bagus. Mungkin perpaduan musical dan crime harus punya nyawa feminin ya untuk jadi sebuah film musikal yang berkualitas. Bahkan film Emilia Perez berhak menyandang bintang lima dari gue, lewat jalan ceritanya yang unik, segmen musikal yang sinematik, dan visualnya yang cantik. Plot ceritanya sendiri sangat menarik; seorang pengacara yang membantu bos kartel untuk operasi kelamin dari pria menjadi wanita. Gue sama sekali nggak nyangka akan nonton film queer, tapi punya kisah drama yang menghangatkan hati. Menjadi seorang Caitlyn Jenner (asal punya banyak uang) memang mudah, tapi ketika punya masa lalu sebagai bos kartel yang punya banyak musuh pasti akan mempersulit hidup meski sudah berganti kelamin. Oya, satu lagi keunikan film ini, sutradara dan rumah p

Here - Review

Gambar
Ini dia film paling unik di tahun ini, film yang sepanjang 1 jam 44 menit kameranya tidak bergerak dan merekam segala kejadian dari satu sudut pandang saja. Karena ruang yang tidak bergerak, maka waktu yang bergerak bebas. Mulai dari jaman dinosaurus (yes lo nggak salah baca) sampai dengan masa kini. Ternyata memang satu tempat dan lokasi menyimpan sejuta kenangan yang menarik untuk di eksplorasi. Sebenarnya Here adalah kisah keluarga kelas menengah yang jadi representasi banyak orang. Memang film ini punya alur cerita yang maju mundur, tapi linimasa lain hanya jadi kisah sampingan. Sementara kisah utamanya ada di karakter yang diperankan Tom Hanks dan Robin Wright. Kita mengikuti bagaimana kisah hidup Richard dan Margareth mulai dari lahir, kecil, remaja, hinggak menikah.  Hal yang cukup menyentil gue adalah bagaimana dua karakter ini harus mengesampingkan mimpi dan hobinya untuk bertahan hidup. Sejak kecil dan remaja Richard punya bakat melukis, tapi bakat tersebut harus dikesampingk

Venom: The Last Dance - Review

Gambar
Akhirnya kisah trilogi Venom dan Eddie Brock berada di film ketiga atau di penghujung jalan. Setelah Venom (2018) dan Venom: Let There Be Carnage (2021), film terakhir ini berjudul Venom: The Last Dance yang bercerita tentang serangan makhluk alien yang ingin membunuh para simbiot. Kalau di film keduanya, fans dihibur oleh kemunculan Carnage, maka film ketiganya ini akan muncul berbagai variasi Venom termasuk She-Venom. Tampaknya memang trilogi Venom ini tidak menitikberatkan pada kualitas naskah dan hanya fokus pada sisi hiburan saja. Film ketiga ini tampak seperti film yang dibuat tahun 90-an. Bagaimana Venom yang punya keinginan pergi ke New York dan mau melihat patung Liberty, rasanya plot ini sudah terlalu basi di tahun 2024 ini. Meski sebenarnya wajar saja jika ada turis yang baru pertama kali ke AS dan ingin melihat patung Liberty. Tapi sebuah film pahlawan anti-hero super ingin melihat patung Liberty? Hmmm. Selain itu, penonton memang dihibur oleh kemunculan berbagai bentuk Ve

Tebusan Dosa - Review

Gambar
Setelah  Istirahatlah Kata-Kata  (2016) dan  The Science of Fiction  (2019) yang mengorbitkan nama almarhum aktor Gunawan Maryanto, sutradara dan penulis naskah Yosep Anggi Noen kembali lagi meski baru kali ini memproduksi film horor. Tebusan Dosa juga jadi film horor pertama bagi rumah produksi Palari Films. Bercerita tentang seorang ibu yang sedang berduka sekaligus mencari anak perempuannya yang hilang di sungai. Sebenarnya Tebusan Dosa punya kisah horor yang menarik, dan menjadi horor yang langka di mana menempatkan sosok hantu yang baik dan membantu karakter utamanya. Kisahnya juga menempatkan investigasi sebagai plot utamanya untuk mencari di mana si anak perempuan yang hilang. Tapi sayang eksekusi horornya cenderung lemah dan membosankan. Setiap kemunculan hantu yang sebenarnya sudah menyeramkan, merasa harus ditambah dengan efek suara yang keras dan mengagetkan - tapi malah jadi mengganggu. Jalan ceritanya sendiri tampak terseok-seok. Kisah investigasinya memang punya red herri

The Shadow Strays - Review

Gambar
The Raid 2 Berandal minggir dulu, The Shadow Strays mau lewat!   Wah gue lebih suka The Shadow Strays sih ketimbang dwilogi The Raid, terutama The Raid 2 Berandal yang sama-sama film aksi di tengah dunia kriminal dan politik Indonesia. The Shadow Strays jelas masuk dalam klub eksklusif film action brutal dari Indonesia. Nggak hanya penuh koreografi cantik dan gahar, adu tembak berdaya ledak tinggi, tapi juga lengkap dengan gore dan slasher penuh darah a la Timo Tjahjanto.   Rasanya butuh 5 film dan 6 tahun setelah The Night Comes for Us (2018) agar Timo menyempurnakan arahannya di film aksi yang brutal dan berdarah-darah. Kali ini, The Shadow Strays punya jalan cerita yang jauh lebih sederhana dan to the point. Plotnya memang tipikal film aksi dari Hollywood; seorang pembunuh bayaran yang mengalami dilema moral untuk mengambil nyawa manusia tanpa kompas moral yang pasti. Fight choreography-nya nggak hanya keren dan berdarah-darah, tapi punya keindahan tersendiri di setiap gerakan.  P

Smile 2 - Review

Gambar
Rasanya salah juga gue menaruh rendah ekspektasi pada Smile 2, karena sudah terlanjut memberi cap negatif pada film-film sekuel. Tapi ternyata sterotipe tersebut nggak bisa disematkan pada Smile 2, yang malah jadi film horor yang jauh lebih seram dan mengerikan ketimbang film pertamanya. Smile 2 bergabung dalam barisan sekuel film horor yang kualitasnya meningkat dan lebih baik seperti Alien: Romulus dan The First Omen . Smile 2 memang melanjutkan jalan cerita yang ada dari film pertamanya, tapi hanya sedikit sekali. Bisa dibilang, kalau pun nggak nonton film pertamanya masih bisa menikmati film keduanya ini. Smile 2 punya jalan cerita yang mirip dengan film pertamanya, tapi dengan skala yang lebih besar dan punya efek ledak yang jauh lebih dahsyat. Elemen horor yang ada pun masih membawa ciri khas dari film pertamanya; minim jump scare tapi memberikan atmosfer creepy yang perlahan namun pasti. Efek horor nonton film ini bukan terhentak kaget, tapi merinding sampai ke bulu kuduk. Ya m

The Substance - Review

Gambar
The Substance is DISGUSTINGLY GOOD! Gila sih ini film, bener-bener jadi pengalaman nonton di bioskop yang unik banget! Nontonnya gue berasa campur aduk antara terpukau trus jijik - in repeat . Gue bener-bener berasa belum pernah nonton film kaya gini sebelumnya. The Substance jelas memberikan standar baru dan sangat tinggi di sub-genre body horror . Kisahnya sebenarnya sederhana; seorang artis berumur 50 tahun yang ketenarannya pudar mencoba obat yang bisa membuat dirinya jadi muda lagi dan jauh lebih cantik. Tapi untuk menjadi muda harus berganti-gantian setiap 7 hari sekali tanpa terkecuali. Tentunya masalah muncul ketika dia melewati batas waktu 7 hari. Body horror adalah sub genre horor yang fokus pada kekerasan fisik pada tubuh manusia. Adegan potong kaki di Saw (2004) termasuk body horror , nah keseluruhan film The Substance fokus pada itu. Nggak gue sangka, film ini juga menyelipkan adegan-adegan yang memancing orang-orang yang jijik dengan makanan sisa. Jelas ini bermaksud u

The Wild Robot - Review

Gambar
Sudah hilang di ingatan kapan terakhir kali gue bisa sebahagia ini nonton film animasi. Sepanjang film bisa senyum-senyum sendiri, tertawa di banyak adegan, dan meneteskan air mata! Lengkap sudah segala rupa emosi bisa dipancing lewat film animasi yang benar-benar bisa dinikmati semua umur ini. Visualnya sendiri sudah luar biasa indah, benar-benar definisi every frame is a painting . Komposisi gambar dan warnanya benar-benar diperhitungkan dengan baik, sehingga memanjakan mata dengan maksimal. Scoring yang ada juga sangat mendukung emosi setiap adegan, jadi melengkapi visual yang sudah indah. Untuk teknik animasinya sendiri mengikuti trend yang sudah digagas oleh Spider-Man: Into the Spider-Verse (2018) enam tahun lalu ya. Kisahnya sih yang jelas jadi jualan utama film ini. Kisah robot yang hidup di tengah hutan saja sudah jadi ide yang sangat segar dan baru. Siapa yang sangka kisah robot yang menemani anak bebek belajar terbang bisa memancing air mata. Jelas kisah ini adalah alegori

Kuasa Gelap - Review

Gambar
Sebagai seorang Katolik, gue cukup bangga sekaligus penasaran dengan film Kuasa Gelap ini. Ini adalah film horor nasional pertama yang mengangkat eksorsisme dalam Gereja Katolik. Padahal horor kategori eksorsisme Katolik sudah tumbuh subur dan berkembang di Hollywood. Sebuah keputusan yang berani dari rumah produksi Paragon Pictures untuk mengangkat tema yang terbilang niche ini, karena artinya harus mengadu nasib di sisi komersil. Diambil dari kisah nyata, gue cukup puas dengan Kuasa Gelap meski ada kekurangan di beberapa sisi. Pertama-tama, harus diapresiasi komitmen dari Paragon Pictures untuk seakurat mungkin dengan ritual eksorsisme Gereja Katolik. Gue cukup percaya melihat nama Romo Johanes Robini Marianto OP di barisan kredit sebagai konsultan eksorsisme. Beliau adalah romo yang terbiasa melakukan eksorsisme dari Keuskupan Agung Pontianak. Jadi doa eksorsisme yang ada dalam film ini, baik yang berbahasa Latin dan bahasa Indonesia, adalah akurat. Kedua, gue suka bagaimana Kuasa G

Joker: Folie a Deux - Review

Gambar
Gue itu sangat suka dengan film-film bergenre musikal. Film Joker (2019) pun gue puja-puji setinggi langit karena baru kali ini ada film adaptasi komik yang fokus pada psikologis karakter antagonis. Nah sekuel dari film Joker yang bergenre musikal ini seharusnya di atas kertas akan gue sukai. Jelas karena kombinasi musikal sebagai genre favorit gue dan sekuel dari salah satu film terbaik di tahun 2019. Tapi ternyata tidak, saudara-saudara. Menurut gue, Joker: Folie a Deux adalah eksperimen yang gagal total. Sutradara dan penulis naskah Todd Phillips sudah berhasil di eksperimen yang pertama, menjadikan film Joker (2019) sebagai film studi karakter dari tokoh antagonis yang ikonik. Tampaknya tidak puas dengan itu, sekuelnya pun dibuat eksperimen lebih jauh lagi; ditambah banyak adegan menyanyi dan menari. Di atas kertas, ide ini memang segar karena belum pernah ada sebelumnya yang menggabungkan genre crime dan musical . Tapi terima kasih kepada Joker: Folie a Deux, kita sekarang tahu ke