Postingan

Latest Review

The Wild Robot - Review

Gambar
Sudah hilang di ingatan kapan terakhir kali gue bisa sebahagia ini nonton film animasi. Sepanjang film bisa senyum-senyum sendiri, tertawa di banyak adegan, dan meneteskan air mata! Lengkap sudah segala rupa emosi bisa dipancing lewat film animasi yang benar-benar bisa dinikmati semua umur ini. Visualnya sendiri sudah luar biasa indah, benar-benar definisi every frame is a painting . Komposisi gambar dan warnanya benar-benar diperhitungkan dengan baik, sehingga memanjakan mata dengan maksimal. Scoring yang ada juga sangat mendukung emosi setiap adegan, jadi melengkapi visual yang sudah indah. Untuk teknik animasinya sendiri mengikuti trend yang sudah digagas oleh Spider-Man: Into the Spider-Verse (2018) enam tahun lalu ya. Kisahnya sih yang jelas jadi jualan utama film ini. Kisah robot yang hidup di tengah hutan saja sudah jadi ide yang sangat segar dan baru. Siapa yang sangka kisah robot yang menemani anak bebek belajar terbang bisa memancing air mata. Jelas kisah ini adalah alegori

Kuasa Gelap - Review

Gambar
Sebagai seorang Katolik, gue cukup bangga sekaligus penasaran dengan film Kuasa Gelap ini. Ini adalah film horor nasional pertama yang mengangkat eksorsisme dalam Gereja Katolik. Padahal horor kategori eksorsisme Katolik sudah tumbuh subur dan berkembang di Hollywood. Sebuah keputusan yang berani dari rumah produksi Paragon Pictures untuk mengangkat tema yang terbilang niche ini, karena artinya harus mengadu nasib di sisi komersil. Diambil dari kisah nyata, gue cukup puas dengan Kuasa Gelap meski ada kekurangan di beberapa sisi. Pertama-tama, harus diapresiasi komitmen dari Paragon Pictures untuk seakurat mungkin dengan ritual eksorsisme Gereja Katolik. Gue cukup percaya melihat nama Romo Johanes Robini Marianto OP di barisan kredit sebagai konsultan eksorsisme. Beliau adalah romo yang terbiasa melakukan eksorsisme dari Keuskupan Agung Pontianak. Jadi doa eksorsisme yang ada dalam film ini, baik yang berbahasa Latin dan bahasa Indonesia, adalah akurat. Kedua, gue suka bagaimana Kuasa G

Joker: Folie a Deux - Review

Gambar
Gue itu sangat suka dengan film-film bergenre musikal. Film Joker (2019) pun gue puja-puji setinggi langit karena baru kali ini ada film adaptasi komik yang fokus pada psikologis karakter antagonis. Nah sekuel dari film Joker yang bergenre musikal ini seharusnya di atas kertas akan gue sukai. Jelas karena kombinasi musikal sebagai genre favorit gue dan sekuel dari salah satu film terbaik di tahun 2019. Tapi ternyata tidak, saudara-saudara. Menurut gue, Joker: Folie a Deux adalah eksperimen yang gagal total. Sutradara dan penulis naskah Todd Phillips sudah berhasil di eksperimen yang pertama, menjadikan film Joker (2019) sebagai film studi karakter dari tokoh antagonis yang ikonik. Tampaknya tidak puas dengan itu, sekuelnya pun dibuat eksperimen lebih jauh lagi; ditambah banyak adegan menyanyi dan menari. Di atas kertas, ide ini memang segar karena belum pernah ada sebelumnya yang menggabungkan genre crime dan musical . Tapi terima kasih kepada Joker: Folie a Deux, kita sekarang tahu ke

I, the Executioner - Review

Gambar
Gue suka banget sama Veteran (2016), kayaknya film ini juga yang menumbuhkan rasa kepercayaan gue akan film-film aksi asal Korea Selatan. Delapan tahun kemudian ternyata ada sekuelnya yang berjudul I, the Executioner . Meski sekuel langsung, tapi bisa dibilang ini film yang berdiri sendiri. Kalau belum nonton film pertamanya, dijamin akan tetap bisa menikmati film keduanya ini. Kalau film pertamanya bercerita tentang polisi yang terpaksa harus menggunakan cara-cara kasar untuk menangkap penjahat, maka film kedua ini membahas hal yang sama tapi di spektrum sebaliknya. Tepatnya, cara-cara kasar ini sampai batasan mana? Apakah sampai membunuh penjahat yang bebas karena sistem pengadilan? Dilema moral ini yang dieksplorasi dengan baik lewat representasi karakter yang ada di layar. Film ini masih mengangkat ciri khas film aksi Korea Selatan; adegan aksi adu jotos dan kejar-kejaran dengan kisah drama yang melekat. Jadi memang nggak hanya adu fisik dan kejar-kejar, tapi juga diperkuat dengan

Never Let Go - Review

Gambar
Film ini nggak ada usaha marketing yang terlihat, padahal punya kisan dan pesan makna yang sangat menarik dan penting. Apalagi ini tipikal film yang punya open ending interpretation , dalam artian endingnya sangat ambigu dan menyerahkan interpretasi kepada penonton masing-masing. Jenis film yang pastinya memantik diskusi setelah selesai nonton. Never Let Go bercerita tentang seorang ibu yang membesarkan kedua anaknya di sebuah rumah terisolasi di tengah hutan. Setiap kali mereka keluar untuk mencari makan dari alam liar, mereka harus terikat pada tali yang tersambung ke rumah mereka. Kalau mereka lepas dari tali, maka "Evil" akan menghampiri dan merasuki mereka. Kisah ini diceritakan secara meyakinkan dari sang ibu, yang ternyata menjadi unreliable narator dalam film ini. Setiap tabir misteri pun dibuka perlahan dalam setiap babak, yang sukses membuat gue meragukan kisah yang diceritakan sang ibu. Tapi kemudian di gerak plot berikutnya, kisah mitos itu semakin meyakinkan. G

Oddity - Review

Gambar
Ini dia film horor Irlandia yang digadang-gadang sebagai horor terseram tahun ini. Disutradarai dan ditulis naskahnya oleh Damian Mc Carthy yang namanya naik daun sejak film panjang pertamanya, Caveat (2020) rilis dan jadi salah satu horor paling menakutkan juga. Oddity berkisah tentang seorang paranormal yang menyelidiki sekaligus membalas dendam misteri saudara kembarnya yang terbunuh satu tahun yang lalu di sebuah rumah tua. Tipikal film horor independen, gaya berceritanya juga bergerak bebas tanpa formula yang menjadi ciri khas produksi studio besar. Film dibuka dengan sunyi, minim dialog, dan nyaris tanpa scoring. Ternyata ini konsisten sepanjang film, bahkan termasuk jump scares yang hanya mengandalkan visual - tapi tetap bikin gue kaget sumpah serapah. " Scoring " yang konsisten ada sepanjang film hanyalah suara angin yang masuk lewat sela-sela rumah tua yang mayoritas terbuat dari batu dan kayu. Suara angin yang bertiup dan bersiul ini sukses meningkatkan ketegangan b

Speak No Evil - Review

Gambar
Ini dia adaptasi Hollywood dari film Denmark berjudul sama yang dirilis tahun 2022. Film ini terinspirasi dari pengalaman pribadi sutradara dan penulis naskah film orisinilnya, Christian Tafdrup. Saat liburan di Tuscany, dirinya berteman dengan pasangan asal Belanda. Sekembalinya dari liburan, pasangan Belanda tersebut mengirim kartu pos dengan ajakan menginap di rumah mereka. Dia pun ragu karena tidak terlalu kenal, lalu ide untuk film ini pun muncul dengan fantasi gelap dan liar. Speak No Evil versi Hollywood ini jelas tidak akan sebagus ini tanpa kehadiran James McAvoy, yang rasanya jadi ketagihan memerankan karakter antagonis sejak Split (2016). Penampilannya luar biasa sekali dengan range emosi yang sangat luas, mulai dari mabuk, tertawa santai, sampai marah lepas kendali. Mackenzie Davis juga tidak serta merta tenggelam dalam cahaya benderang James McAvoy. Mackenzie berhasil menjadi sosok penyeimbang bagi brutalitas James, sekaligus meningkatkan ketegangan berkat ekspresi panik

Dead Talents Society - Review

Gambar
Awalnya film horor komedi asal Taiwan ini hanya lewat saja dari radar gue. Tapi setelah baca ulasan dari beberapa teman dengan nada positif, gue jadi tertarik untuk mencoba. Apalagi memang genre horor komedi tengah naik daun semenjak Agak Laen (2024) sukses besar di pasaran. Dead Talents Society punya cerita yang cukup menarik. Kalau biasanya kita menonton film dari sudut pandang manusia yang ditakuti hantu, maka kali ini sudut pandangnya dibalik menjadi fokus pada hantu. Dikisahkan hantu orang yang baru saja meninggal akan menghilang dalam 30 hari jika tidak ada yang orang yang ingat denganya. Tapi mereka bisa memperpanjang masa hantu mereka dengan menakut-nakuti orang hidup. Ternyata menakuti manusia punya kompetisi yang cukup ketat dan tidak kalah melelahkannya dengan manusia. Sebenarnya film ini punya premis yang segar dan menarik. Setiap komedinya juga sukses mengundang senyum dan tawa. Tapi layaknya setiap film komedi, tingkat kelucuan menjadi sangat subjektif dan tergantung pad

Home Sweet Loan - Review

Gambar
Menonton trailernya membuat gue menurunkan ekspektasi gue untuk nonton Home Sweet Loan , film yang diadaptasi dari novel berjudul sama. Tapi setelah nonton filmnya di acara Special Screening, pandangan gue berubah total. Ini adalah salah satu film nasional terbaik yang gue tonton di tahun ini! Naskahnya cerdas dan rapi, eksekusi filmnya juga sangat baik. Sutradara dan penulis naskah Sabrina Rochelle Kalangie jelas mempertahankan konsistensi primanya sejak Terlalu Tampan (2019) dan Noktah Merah Perkawinan (2022). Home Sweet Loan bercerita tentang Kaluna, pekerja kelas menengah dengan gaji single digit yang harus memenuhi kebutuhan rumah tangga yang berisi orang tua dan dua keluarga kakak-kakaknya, sekaligus sedang menabung untuk membeli rumah pertama. Di antara keluarganya, Kaluna yang paling melek dalam literasi keuangan. Apa pasal? Sesederhana dia mencatat setiap pengeluarannya, sehingga bisa memonitor arus uang masuk dan keluar, kemudian bisa menabung sebesar tiga ratus juta rupia

Blink Twice - Review

Gambar
Awalnya nonton trailer Blink Twice nggak membangkitkan rasa penasaran gue. Meski ada nama Zoe Kravitz yang baru pertama kali ini duduk di kursi sutradara sekaligus penulis naskah. Tapi melihat beberapa ulasan dari sineas lokal, gue jadi tertarik dan akhirnya memutuskan untuk mencoba nonton. Ternyata hasilnya gue cukup suka, apalagi pilihan endingnya yang jauh berbeda dari film-film thriller sejenisnya. Pada dasarnya, plot Blink Twice kurang lebih mirip dengan plot film thriller tipikal terjebak di satu tempat seperti Ready or Not atau Get Out . Tapi yang lebih mengerikannya, kisah di dalam Blink Twice sangat bisa diaplikasikan ke kehidupan nyata, seperti obat roofies dengan intensitas tinggi. Motivasinya pun juga sederhana, ini yang membuat perut gue nggak nyaman melihat kebiadaban para karakter antagonis yang ada di film ini. Di tangan sutradara Zoe Kravitz, terlihat jelas dan tegas betapa kekuatan wanita tidak bisa disepelekan - apalagi jika mereka bekerja sama! Di awal memang dig